Menyeberang Kabut

(Yang Sebentar singgah)

I
Sore itu tak kutemukan apa-apa
selain leher matamu yang diam
dan renyai-renyai dendam cakrawala
menyapu racau lidah-lidah amis
Serupa prajurit yang entah maut khianat
Serupa aku dungu di ambang bedil
siap muntah merajam, cinta.
Siapakah rerumput yang tega jangkau hutan dengan runcingnya
dalam alur udara pekat mencekam gemetar nyali?
Pak tua tersenyum
Gigi kuningnya menukas, jangan tunduk!
Diam, lidahmu tak sanggup mengukir cinta, kataku.
Tiba-tiba pohon-pohon mati
Sejumput salju terbang intai kebuntuan
sapa penghabisan

II
Waktu melingkar-lingkar dalam dingin
Tomohon menjamu tunas-tunas renta
yang mengawinkan usia dengan onggokan kulit kacang
Aku mencium wangi yang sama
kembang tak terkejar
dua minggu silam
Woi, kelopaknya tak lagi bisu
sebait ungkap mau mengalir tak ragu
Keringat seho menyekapku di tebing khayal
Naluri mengebal
rupanya lidah juga ikut pegal
Dan gelap mendandani senjakala yang jatuh
tepat di putik sesal yang terbaring di dasar sukmaku
Kau beranjak tanpa kurestui senyum

III
Di atas kanvas kerinduan aku menjelma sisifus
melegitkan lipatan warna dalam kisaran daun-daun kemboja
Hasrat-hasrat laknat setubuhi musim
yang selalu berakhir di ufuk yang sama
Kutemui rambut berganti helai
Kutemui dinding rinduku berganti warna
Kutemui wajahmu
Kutemui kau dalam penungguan

November 2005


Based On : Kumpulan Puisi "Jangan Malu Pada Sepi"

0 komentar:

Posting Komentar