Kuda

SETELAH melalui bujukan berulang-kali, mau juga Stella dibonceng Alfa. Sebelumnya ia bersikeras dengan pendirian, tidak ingin dibonceng sampai kapanpun. Pendiriannya sudah kukuh bak tiang garam. Perkiraan yang paling mungkin, Stella masih dihantui teror berwujud opini bernada mengumpat yang nanti akan terlontar dari mulut teman-temannya. Jika sudah menyangkut masalah harga diri, ia memang tak mengenal kompromi.
Alfa sendiri adalah pemuda, yang melalui perjuangan tak kenal lelah, berhasil menundukkan hati Stella. Usahanya merengkuh buah mimpi ini bisa disejajarkan dengan kegigihan Andriy Shevchenko menggiring Ukraina ke pentas piala dunia. Sifat yang angkuh, serta image sebagai bunga paling wangi di kampus, membuat naluri Alfa sebagai seorang laki-laki tertantang. Ia bukannya tanpa saingan. Lawan-lawan mainnya cukup tangguh dan mumpuni di bidangnya. Dengan sebuah sedan Ford Focus berwarna metalik, Utu jelas merupakan saingan paling berbahaya. Berkali-kali wanita-wanita cantik terjerat hanya dengan sekali jelingan mata. Leo, meski dengan isi kantong melimpah ruah, Alfa tidak terlalu menganggapnya sebagai musuh yang harus diwaspadai. Bentuk wajah yang lebih layak jual, adalah landasan keyakinan yang membumbung itu. Begitulah, ia begitu percaya diri, meski hanya bermodalkan sandal jepit, dan kelebihan fisik yang sedikit bisa dipertanggungjawabkan.
Berbagai pertarungan sengit dilalui keduanya. Berbagai usaha dan metodepun diterapkan. Walhasil, seperti dongeng-dongeng klise dalam Film Indonesia, bulan lalu akhirnya Stella menegaskan pilihannya untuk Alfa. Selain dinilai mempunyai kejujuran dan perhatian yang membuatnya merasa nyaman sebagai perempuan, Alfa juga lebih lihai merebut simpati kedua orangtuanya yang telah dikenal banyak orang, garang. Tak terhitung arjuna-arjuna yang segera membalikkan badan setelah baru saja menginjak ambang pintu rumah karena tak tahan dengan uji mental yang disodorkan sang ayah.
“Aku memang tak mampu memberikan apa-apa Stell, namun segepok cinta di hatiku akan membawa sesuatu yang berarti” ucap Alfa bak aktor Bollywood di sebuah kursi kusam bioskop tua saat mereka tengah asyik menghayati film ‘Buruan cium gue’.
Stella hanya diam. Hingga apa yang dirasanya masih sebuah misteri tak terpecahkan bagi Alfa. Namun saat gadis sexy itu diam lagi ketika Alfa dengan gamblang mengecup pipi kanannya, misteri itu terpecah sudah.
Hari-hari mereka lewati seolah tak ada lagi pasangan kekasih lain di atas Bumi ini. Alfa pernah suatu waktu mengabaikan ujian tengah semesternya gara-gara tak tahan dengan ajakan puitis yang dilayangkan Stella lewat sms. “yank, jemput aku di depan kantin”
Entah ada angin apa yang menerjang, kelanggengan itu ternyata tidak berumur panjang. Kemesraan itu memudar ketika sabtu sore itu Alfa menjeput Stella untuk kencan seperti biasa. Senyum Stella berhenti di ambang pintu. Kegirangannya tercekat. Matanya membeliak, menganggap apa yang ada di hadapannya sesuatu yang sukar ditelaah. Sementara Alfa hanya menyunggingkan senyum seakan semuanya wajar-wajar saja.
“Kita berangkat yank” ujar Alfa mesra seraya memarkir kudanya di dekat pagar.
Wajah Stella menjelma nanar. Bibirnya yang beku tak mampu menerjemahkan kecamuk rasa yang bergejolak di dalam dada. Stella beringsut kembali ke kamar tidurnya dengan hati terbelah. Bantal guling dipeluknya erat-erat. Air matanya bercucur sepanjang malam.
Gundah gulana itu kemudian diceritakannya kepada ibunda keesokan hari.
“Semuanya sudah berakhir Ma, aku tak mau menjalin hubungan dengan orang gila!” tukasnya dengan nada kekalahan.
Ibunda memaku di tempat duduknya.
“Ia benar-benar menjemputku kemarin dengan seekor kuda!”
Dengan kebingungan seperti itu tak ada pilihan lain bagi Bunda selain diam lagi.
“Setiap malam minggu kalian kencan kan?”
“Biasanya naik angkot”
“Hmm.. semuanya harus ditilik dulu, tak ada keanehan tanpa pangkal pemicu” wajah bunda kali ini serupa ilmuwan tengah menganalisa suatu masalah.
“Aku mencintai dia apa adanya. Kami telah sepakat untuk saling menerima lebih kurang masing-masing dengan lapang dada. Hanya saja aku tak sudi diperlakukan begini”
“Tunggu dulu” ibunda menyela. “Beberapa minggu terakhir setiap kali ke pasar, mama pernah sesekali mendapati orang-orang yang memarkir kudanya di sekitar area pusat perbelanjaan. Barangkali saja menunggang kuda sedang ngetrend saat ini”
Stella mengeringkan matanya yang basah dengan lengan atas kameja. “bukan hanya di pasar saja Mam, di sekitar Mall mulai juga terlihat beberapa kuda yang diikat. Bahkan di kampus kami ada juga beberapa mahasiswa yang mulai menggunakan hewan menjijikan itu sebagai sarana untuk mengantar mereka kemana-mana”
“Kalau memang sedang ngetrend, Mama pikir tidak ada salahnya jika Alfa terseret dalam arus perkembangan zaman”
“Apanya yang perkembangan zaman?. Sekarang zamannya Laptop, Handphone, Handycam, mobil, menunggang kuda sama juga kembali lagi ke zamannya King Arthur” keluh Stella semakin pedih. Bosan mengunyah rasa pahit, Stella mencoba menghibur diri dengan jalan-jalan ke toko buku. Mengharapkan siapa tahu komik serial cantik sudah keluar edisi terbaru.
Alfa terhimpit perasaan gelisah di dalam kamar. Ia tak pernah memperkirakan akibatnya bisa semengecewakan ini. Rasa cinta yang dengan tulus ia pupuk, lambat-lambat memudar bak remahan roti tawar. Ia tak tahan memaki-maki diri sendiri, bahkan sesekali mengumpat tak karuan dengan menyebut-nyebut nama Stella. Setelah seluruh emosi luruh, Alfa meraih kertas dan pulpen mengukirkan permohonan maafnya dalam bentuk surat. Ia sadar percuma memaki-maki gadis itu. Toh akhirnya ia tak akan sanggup membencinya juga. Hatinya terlalu rapuh jika sebuah masalah sudah melibatkan nama Stella.
Joni, teman baik Alfa menyampaikan surat itu kepada Stella Di perpustakaan. Sisa kemarahan dua hari lalu membuatnya tak bergairah untuk segera memeriksa isinya. Ia menyelip di antara diktat-diktat mata kuliah. Abad milenium begini masih saja ada orang yang menyampaikan permohonan maafnya lewat surat. Kata-kata tidak lagi merdu di telinga tapi menjadi onggokan sampah yang menggelikan. Pikirnya dalam hati.
Kini segala sesuatu tak berarti. Waktu bergulir dan Stella tetap kukuh menghempas satu-persatu memori-memori manis yang terlanjur menancap indah di kepala. Cinta saja tidak cukup. Di era modern hal agung itu tak lagi menempati urutan pertama sebagai karya yang membahagiakan. Banyak karya-karya baru mengiring perkembangan zaman, dan ternyata lebih difavoritkan manusia.
Alfa bukanlah tipe yang lekas luluh. Gagal menerima tanggapan tak membuatnya menyerah. Berhelai-helai kertas yang dibanjiri kata-kata puitis terlayang di tangan Stella setiap hari. Sebetulnya banyak sekali yang menyayangkan ambruknya jalinan kasih mereka. Alfa dan Stella telah menjadi simbol keserasian dua sejoli yang harmonis dan menjadi panutan orang-orang sekitar.
“Begitulah hidup, penuh misteri tak terpecahkan” tandas Joni, salah satu pihak yang menyesalkan tragedi ini.
Pada saat yang bersamaan setiap surat kabar dan televisi berbondong-bondong mempergunjingkan sebuah trend baru yang mewabah di tengah masyarakat belakangan ini. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Kuda dikaji dari berbagai sisi. Mulai dari latar belakang hingga akibat yang akan ditimbulkannya. Mendadak hewan berkaki empat itu menjadi lebih populer daripada presiden sekalipun. Kehebohan ini memaksa para pakar dari berbagai bidang ikut pasang komentar. Dan semakin merambat menjadi bahan pembicaraan setiap jenis orang.
Keanehan itu ternyata menular menjadi berbagai keanehan yang lain. Pasar-pasar mulai sepi. Orang-orang kebanyakan lebih cenderung menghabiskan waktunya di rumah. Membuat kebun kecil sendiri yang ditanami kebutuhan-kebutuhan pokok. Kecuali mereka yang standar ekonominya berlebih, tetap bertahan dengan pola hidup sebelumnya. Tindakan-tindakan bertemakan kriminalitas beredar di sana-sini. Perampokan, pembunuhan, bahkan jenis perkoasaan yang aneh-aneh semakin merebak. Seorang ayah memperkosa anak kandungnya sendiri. Manula delapan puluh tahunan menggagahi bocah perempuan berumur lima tahun. Para ahli dan pakar yang memegang kendali kehabisan akal dan kebingungan. Agar tak tampak tolol terpaksa mesti mencari sosok kambing hitamnya. Media penyiaran untuk masyarakat dituduh semakin tak terkendali, membiarkan artis-artis hiburan terlampau leluasa bereksplorasi. Mereka akhirnya dituding sebagai sumber pemancing birahi yang paling membahayakan. Tak ada cara lain, keluwesan seperti itu mesti dibungkam. Kemudian hukum yang dipersalahkan. Dinilai terlalu renggang mengawasi moral masyarakat. Dengan diperbaharuinya peraturan diharapkan semua golongan terpuaskan.
Semua orang boleh gempar. Alfa yang tengah diperdayai cinta, tak mengambil pusing dengan situasi tersebut. Ia merasa mesti lebih membuktikan lagi kapasitasnya sebagai lelaki sejati. Rupanya usaha ini menemui titik terang. Entah kasihan atau merasa jenuh, Stella meneleponnya minta bertemu hari itu.
“Setelah diendap-endap rasanya tindakanku memang rese, aku minta maaf karena sudah menganggap remeh hubungan suci kita hanya karena alasan sepele” Tutur Stella menyesal. Alfa tak kuat menahan haru dan menangis tersedu. Sepanjang hari hanya dihabiskan mereka dengan kemesraan untuk melepas rindu. Kali ini Stella tak lagi menolak menaiki kuda peliharaan Alfa.
Sesampai di rumah Alfa berbaring di kamarnya dan menghela nafas panjang. Mensyukuri masa-masa sulit yang telah lewat. Ia menoleh pada kalender kecil yang tergantung di dinding. Ia tersenyum ketika menyadari zaman tidak muda lagi.


Based on: Kumpulan Cerpen "He..Leh!?"

0 komentar:

Posting Komentar