"Menunggu Malam" (Naskah Drama dimainkan 3 orang)

Sebuah bangku di atas panggung. Seorang duduk melamun sambil menampilkan kegelisahan-kegelisahan yang tak jelas. Kadang ia tersenyum, menatap angkasa dengan tatapan menyimpan cahaya, sesaat ia melenguh pendek, tenggelam dengan suasana pekat yang entah datang darimana.
Seorang yang lain memasuki panggung dengan lagak gembira, bersiul-siul dan menyanyi. Ia lalu mengambil duduk di sebelah orang tadi. Mengeluarkan sebuah koran dan membacanya. Sesekali ia melirik-lirik penasaran sosok di sebelahnya.

Orang 2: Apa kita saling kenal? (bertanya setelah tak mampu membendung rasa penasarannya). Ya, rasanya saya pernah bertemu anda. Tapi di mana ya?. Pasti pernah. Jelas sekali pernah. Mungkin di sebuah pesta. Ya, pasti di sebuah pesta. Tapi,.. pesta yang mana ya?, apa anda pernah ke sebuah pesta?

Orang 1: Pernah..

Orang 2: Anda sering ke sana?

Orang 1: Tidak juga. Saya benci pesta.

Orang 2: Kenapa? Di pesta kan asyik. Ramai. Semua orang berpakaian warna-warni dan bagus-bagus. Di sana kita bisa bersenang-senang se..puasnya....

Orang 1: Tapi mereka jarang sikat gigi.

Orang 2: (mendesis pelan tak percaya) Jarang sikat gigi?.. (mengeluarkan kaca kecil dari sakunya lalu memperhatikan penuh selidik gigi-giginya di cermin itu..

Orang 1: Ya, masalahnya itu. Saya tak tahan berkumpul dengan orang-orang yang jarang sikat gigi. Ah, rasanya mau muntah. Tidak hanya nafas mereka, kata-kata yang keluar dari mulut mereka juga busuknya minta ampun.

Orang 2: (melamun dan berpikir-pikir, mengeluarkan sebatang rokok dari kantong, lalu memarkir di bibirnya. Ia kebingungan mencari macis. Orang 1 merogoh macis dari kantong lalu membantu menyulutkan rokok itu). Mau rokok?

Orang 1: Saya tidak merokok.

Orang 2: Tidak?, tidak merokok kenapa bawa-bawa macis?

Orang 1: Saya selalu membawa macis karena sering bertemu dengan orang yang merokok tapi lupa membawa macis.

Orang 2: Ha..ha..ha.., anda ini lucu sekali. Di mana ya saya pernah bertemu dengan orang yang kocak seperti anda. Dia juga selalu membawa macis. Dan kamu tahu, suatu ketika ia lupa membawa macis. Teman-temannya lantas kecewa. Lalu teman-temannya yang suka merokok itu mengumpulkan uang dan memberinya hadiah ulang tahun sebuah macis.. ha...ha..ha.. lucu sekali.. lalu macis itu diberikan kepadanya dengan ucapan, “jangan lupa terus dibawa untuk menjaga konsistensi merokok kawan-kawanmu” lucu sekali kan?. Herannya, dia senang sekali menerima macis itu.
(orang 1, orang 2 tertawa bersama)

Orang 2: Tapi.. di mana ya saya kenal anda. Persis, persis seperti anda. Cara anda bicara. Mimik wajah. Cara anda menatap saya, bahkan cara anda melongo pun sama persis. Anda tidak punya saudara kembar kan?

Orang 1: Hm.. punya.

Orang 2: (terkejut) Gila, punya saudara kembar?, jangan-jangan saya pernah bertemu dengan saudara kembar anda, di mana dia sekarang? Seorang pengusaha ya, atau.. pejabat pemerintah? Ya, ya, pasti saudara kembar anda seorang pejabat pemerintah..

Orang 1: (Senyum-senyum lalu terkikik aneh)

Orang 2: Anda kok senyum-senyum saja?

Orang 1: Habis saya tidak punya saudara kembar.

Orang 2: (Heran) Hi.. tadi katanya punya.

Orang 1: Cuma bakusedu katu.

(Orang 1 dan orang 2 tertawa bersama)

Orang 2: Eitt.. brenti dulu torang tatawa.. (memotong tawa orang 1), kembali ke yang tadi. Saya masih sangat penasaran. Di mana ya, saya pasti pernah ketemu anda. Pasti. Tidak salah lagi. Tunggu..(terdiam sejenak berpikir).. di hotel bintang lima itu khan?, anda yang duduk berdampingan dengan bapak presiden di lobi khan?

Orang 1: (menggeleng)

Orang 2: Emm... ya.. tidak salah lagi. Kita bertemu di kantor gubernur. Kalau saya tidak salah.

Orang 1: (menggeleng)

Orang 2: Kantor walikota, atau.. di gedung DPR?

Orang 1: (menggeleng)

Orang 2: Kalau begitu di mana ya,. Yang pasti saya yakin sekali pernah bertemu dengan anda, hmm.. jangan-jangan di tempat dugem ya?, anda sering dugem kan?

Orang 1: Bagaimana mau dugem, makan saja susah! (menunjuk geram ke arah orang 2), orang seperti anda doyan dugem juga ya?

Orang 2: Adu bagimana ee.., biar kata orang saya ini orang penting, tapi untuk pergi ke tempat begitu-begitu, masih sempat dong. Eh, kembali lagi ke yang tadi, sekarang anda harus menjawab dengan jujur. Apa kita pernah bertemu?

Orang 1: (mengangguk)

Orang 2: Jangan bercanda ya..

Orang 1: Saya tidak bercanda. Kita memang pernah bertemu.

Orang 2: Di mana?

Orang 1: Cobalah,.. diingat-ingat dulu.

Orang 2: Sudah saya coba, tapi benar-benar tidak ingat. (membuang puntung rokok. Lalu mengeluarkan sebatang lagi. Orang 1 dengan sigap memberikan api) di mana ya saya ketemu anda?

Orang 1: (menatap-natap angkasa dan mendapati langit mulai gelap) maaf, hari mulai gelap, saya harus kembali ke rumah sekarang.

Orang 2: Kenapa buru-buru?

Orang 1: (berdiri dari tempat duduk) Saya harus segera pulang. Tempat tidur saya sudah tidak sabar menanti sentuhan tubuh saya. Saya ingin pulang dan segera tidur lalu bermimpi.

Orang 2: Lalu, sebenarnya untuk apa seharian anda duduk di tempat ini?

Orang 1: Menunggu malam. Setiap hari saya menunggu datangnya malam di tempat ini. Karena siang selalu bisu. Bila malam tiba saya kembali bisa bermimpi. Mimpi satu-satunya harapan bagi orang seperti saya. Harapan untuk membeli ketentraman. Saya benci matahari selalu saja datang tiba-tiba. Merampas ketentraman saya. Andaikan siang tak pernah ada, pasti hidup saya bahagia sepanjang waktu. Oya, saya harus pergi sekarang sebelum terlambat. (berjalan keluar panggung)

Orang 2: Hei, tunggu dulu,. Anda belum memberi tahu kita bertemu di mana.. (berusaha mengejar orang 1, berbalik setelah tak sempat menyusul orang 1)

Orang 3: (memasuki panggung sambil tergopoh) Maaf tuan, ini surat dari orang tadi. Ia berpesan anda tak perlu repot-repot menyusulnya. Katanya ia bukan siapa-siapa. Cuma orang biasa..

Orang 2: (mengambil surat dengan wajah bingung) anda siapa?

Orang 3: Eh,.. saya?.. saya (tidak jadi mengatakan namanya) saya teman orang yang tadi. Sudahlah, tuan tidak perlu tahu nama saya. Itu tidak penting. Saya sama seperti dia, Cuma orang biasa.. (keluar panggung)

Orang 2 membaca isi surat. (Backsound. Orang 1 membaca surat)

Dear, tuan yang rupawan. Maafkan saya karena tadi pergi begitu saja. Saya tak bermaksud melecehkan anda. Anda adalah orang yang terhormat. Saya tahu anda adalah orang yang penting dan terhormat karena saya memang mengenal anda. Dahulu, ehm.. tidak juga terlalu dahulu sih,. Anda pernah membuat saya terbuai dengan kata-kata anda yang lincah dan puitis. Saya dan orang-orang lain seperti saya benar-benar terkesima dengan apa yang anda ucapkan. Anda sangat piawai berbicara tentang janji kebahagiaan. Hal itulah yang membuat saya tergila-gila dan menaruh harapan besar pada anda. Tapi, itu dulu.. rasanya tidak perlu diungkit-ungkit lagi. Saya rasa andapun sudah lupa dengan janji-janji puitis yang pernah anda dengungkan itu. Dan kini, kata-kata anda itu tetaplah menjadi seonggok kalimat puitis. Menjadi monumen yang akan selalu diingat orang. Dan membuat semua orang belajar untuk tidak lagi percaya pada kata-kata puitis. Karena setelah itu anda tidak lagi sepuitis kata-kata anda. Anda tidak lagi mengenal saya. Tapi, itu tidaklah penting. Kalau anda ingat kita pernah bertemu di...... ah, sudahlah itu juga tidak penting. Meskipun diungkit-ungkit lagi tak akan ada yang berubah. Anda tetaplah anda, dan saya tetaplah saya, seseorang yang masih saja setia menunggu malam..

Orang 2: (merengek) kita nimau... kita nimau....
Orang 3: (memasuki panggung) woi.. woi.. kiapa ngana, jang manangis woi... Cuma pementasan teater ini..(berusaha menarik orang II keluar panggung)
Orang 2: (melepaskan diri dari orang 3) iyo kwa kita tau Cuma pementasan teater...tarek-tarek do’ kira nya saki sto..

0 komentar:

Posting Komentar