Miyabi

Ketika mendengar rencana kedatangannya ke Indonesia menuai kecaman, Maria Ozawa naik pitam.
“Bangsat, biadab, ini penghinaan besar” bibir seksinya tarik ulur meluap amarah.
“Ini pencemaran nama baik, penghinaan harga diri, pelanggaran hak asasi artis, dan yang terutama, penghinaan terhadap bangsa Jepang” bentak Maria Ozawa.
“Sabar Non, tenang, jangan terlalu ditanggapi serius, wajarlah kalau pro dan kontra itu ada, Non kan artis besar?” asisten pribadinya berusaha mendinginkan.
“Justru di situlah letak kepopuleran Non, mana mau orang-orang kampungan itu mengecam kalau Non hanyalah artis picisan” lanjut asistennya. Mendengar perkataan lelaki setengah maskulin yang telah bertahun-tahun mendampinginya Maria Ozawa sedikit bisa meredam emosi. Ia kembali menempelkan pantatnya di permukaan sofa empuk lalu menyalakan sebatang rokok. Tampak dua belah paha putihnya yang semulus sutra menganga begitu saja. Di saat santai seperti ini ia memang gemar mengenakan pakaian terbuka. Ia tak perlu khawatir diperkosa karena pemandangan indah ini sedikitpun tak akan membangkitkan libido asistennya yang lebih doyan kaum Adam.
“Apa saja jadwalku hari ini?” tanya Maria. Asistennya mengecek laptop di hadapannya.
“Eh, kebetulan agenda hari ini kosong Non”
“Bagus, kita ke Indonesia sekarang”
“Lho, kan jadwal syuting filmnya bulan depan Non?”
“Diam! Cepat pesan tiket pesawatnya sekarang” Sahut Maria dengan nada geram.
Beberapa jam kemudian pesawat nyaris menghampiri bandara Soekarno-Hatta. Rupanya berita kedatangannya telah secepat angin menyebar ke seluruh pelosok tanah pertiwi. Segerombolan wartawan TV, Radio, Koran, Infotaiment sudah siap siaga menyambutnya di gerbang bandara. Tak luput pula pada bagian lain beberapa kelompok masyarakat yang menentang kedatangannya tengah bersiaga menanti sang ratu porno asia memijakkan kaki.
Kerlap-kerlip lampu kamera dan teriakan histeris menggema begitu Maria Ozawa melewati pintu depan bandara. Maria hanya melemparkan senyum tipis sembari terus berjalan dengan santai, lalu memasuki sebuah Taxi. Asisten pribadinya sibuk menghadang para wartawan yang mulai meninju Maria Ozawa dengan deretan pertanyaan.
“Kita kemana ya?” tanya supir taxi dengan lagak bodoh. Mungkin ia tak menyangka ada gadis secantik itu di dalam taxinya. Ia juga tak tahu kalau perempuan mulus itu adalah bom sex Asia yang begitu masyhur namanya.
“Jalan dulu pak” perintah Maria.
“Iya, jalan dulu pak asal jangan lewat bundaran HI ya?” sambung asistennya.
“Kenapa tidak boleh?” tanya Maria.
“Eh, begini Non, saya baru menerima informasi kalau di sana telah dipenuhi beratus-ratus orang yang menentang kunjungan Non Maria ke sini”
“Oh, begitu, kita ke sana skarang pak” perintah Maria Ozawa pada supir.
“Tapi Non...”
“Diam!, jangan banyak membantah, nanti saya pecat kamu!”
Dengan santai taxi meluncur ke arah bundaran HI. Ketika mendekati tempat itu hiruk pikuk manusia mulai menyesaki jalan. Bermacam-macam poster dan spanduk yang mencaci maki Maria Ozawa tampak tersebar di seluruh penjuru. Rupanya massa telah mengetahui kalau Maria Ozawa berada di dalam taxi itu. Orasi-orasi yang mencaci maki dirinya semakin meriuh.
“Pergi kau, jangan kotori negeri kami. Pergi kau perusak moral” teriak pemimpin demo lewat mikrofon.
“Sebaiknya kita berbalik saja Non” sahut asistennya yang mulai ketakutan dengan rombongan massa yang tampak beringas itu.
“Jalan terus pak” Maria Ozawa tetap santai dengan sebatang rokok nangkring di bibirnya. Taxi tetap menembus kerumunan orang lalu kemudian berhenti di sekitar bundaran HI. Teriakan-teriakan dan makian semakin gencar terdengar. Maria Ozawa membuka pintu taxi dan melangkah turun. Keributan massa semakin tak terkendali. Namun Maria tak ambil peduli. Ia melangkah dengan santai ke arah pemimpin demo yang berdiri gagah di atas mobil open kap. Begitu melihat Maria tetap tenang dan tak ambil pusing dengan teriakan-teriakan mereka, suasana mendadak hening. Dengan mata tajamnya Maria menatap satu persatu wajah mereka. Entah terhipnotis dengan kecantikannya mereka pun tetap diam dan terpaku seperti mayat hidup.
“Apa yang kalian lakukan kawan-kawan?. Cepat usir dia dari sini” tukas pemimpin demo.
“Diam kau!!!” potong Maria Ozawa cepat. Ia lalu naik ke atas mobil open kap dan merampas megafon di tangan sang pemimpin demo. Lagi-lagi lelaki itu dibuat tak berdaya bahkan tampak linglung ketika Maria menohoknya dengan tatapan tajam.
“Selamat sore semuanya” sapa Maria Ozawa.
“Sore..”. jawab rombongan massa dengan setengah malu-malu.
“Kedatangan saya hari ini di negara anda bukan untuk kepentingan syuting film. Saya sudah mendengar selintingan kabar yang mengatakan bahwa saya tidak diterima negeri ini. Apakah hal itu benar!!!!?” ujar Maria Ozawa bak Soekarno era pasca kemerdekaan. Rombongan massa hanya diam membisu. Mereka yang sebelumnya begitu berkoar-koar mendadak ciut dan tampak pengecut.
“Saya juga mendengar kabar bahwa rencana kedatangan saya ke sini telah membuat heboh dan penuh dengan kontrovesi. Selama beberapa jam dalam perjalanan di pesawat saya terus menerus-merenungi hal ini. Renungan itu telah membuat saya tergugah dengan semangat kalian. Saya terharu dan hampir menangis. Ternyata walaupun negara kalian dalam keadaan terpuruk, diteror kemiskinan, korupsi di mana-mana, namun kalian masih sempat mengurusi masalah-masalah sepele ini. Kalian tahu? di negara asal saya Jepang. Saya hampir tidak dipedulikan sama-sekali. Orang-orang di sana terlalu sibuk berpikir, bekerja, dan berkreasi. Mereka terlalu angkuh untuk memperhatikan saya yang hanya bintang porno ini. Mereka selalu mengurusi hal-hal besar. Memang sih, mental seperti itu telah membuat Jepang menjadi bangsa besar, kaya, maju, bermoral, dan berkepribadian kuat. Tapi bagaimana dengan kami publik figur? Kami juga kan butuh perhatian. Namun memang menyedihkan nasib kami, di negara sendiri kami tidak dipedulikan sama sekali. Film-film yang saya perankan hanya menjadi tontonan di waktu senggang yang mereka anggap sekedar karya seni belaka. Saya benar-benar terharu ketika kedatangan saya hari ini disambut ratusan orang dengan sangat meriah seperti ini. Rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya saya ucapkan kepada kalian. Karena walaupun hanya bintang porno, kalian masih memperhatikan saya. Sekali lagi terima kasih”
Wajah Maria Ozawa tampak memelas. Setelah selesai berbicara ia turun dari mobil dan melangkah pergi. Kerumunan massa di sekitar tempat itu tetap diam tanpa kata. Dengan wajah bodoh mereka terbengong-bengong mendengar curhat sang bintang porno. Entah apa yang ada di dalam hati mereka. Malu?, terharu?, marah?. Entahlah............

Perkamil, 18 Oktober 2009......